Sabtu, 01 Juni 2013

Smart Spending In Cellular Network Rollout


Dalam industri seluler Indonesia, jelas terlihat bahwa perebutan pelanggan sangat ‘main fisik.  pemenang kompetisi adalah yang terluas dan terkuat jaringannya. Size does matter... para pemenang adalah mereka yang memiliki BTS terbanyak diantara operator yang lain. Oleh karena itulah perlombaan membangun sebanyak-banyaknya BTS baru masih menjadi strategi utama para operator seluler. Mereka percaya bahwa market share selalu bergerak ke titik keseimbangan (equilibrium) berdasarkan jumlah BTS. Lebih lagi, keunggulan jumlah BTS akan menambah market share secara exponential.. misalnya dalam satu kota perbandingan BTS operator A:B adalah 1:3, maka market share mereka adalah 10%:90%.
Selain itu kita melihat bahwa operator papan atas biasanya memiliki ‘daerah kekuasaan’, yaitu daerah dimana market share nya kuat. Misalnya si Biru powerful di Madura dan sekitarnya, sedangkan si Merah ‘seng ada lawan’ di Indonesia timur. Biasanya ini dipengaruhi faktor first entrant, yaitu siapa yang lebih duluan masuk ke daerah itu maka dia yang menguasai market share daerah itu seterusnya. Hal ini karena perilaku konsumen -biasanya segmen tradisional- yang malas ganti kartu. Pepatah “lebih mudah merebut kemenangan daripada mempertahankan kemenangan” ternyata berlaku sebaliknya yaitu “sekali merebut kemenangan di suatu daerah akan sulit digoyahkan”.
Kondisi hypercompetition membawa beberapa efek bisnis. Efek terbesar adalah menurunnya margin laba. Penurunan margin laba ini didorong oleh dua hal yaitu:
1.       Yang pertama adalah menurunnya revenue per unit dari layanan eksisting. Ini terasa pada layanan voice dan SMS yang tarifnya semakin murah. Operator cenderung mengambil prefix price kemudian menggratiskan sisanya. Hampir semua promo layanan voice dan sms skemanya yang cenderung menggunakan treshold, artinya setelah mencapai pemakaian tertentu akan mendapat bonus free use.
2.       Yang kedua adalah revenue per unit dari service baru tidak setinggi revenue per unit dari service eksisting. Layanan data (internet access) untuk menghasilkan revenue yang sama dengan voice dan sms membutuhkan resources jaringan yang lebih besar.

Kedua hal tersebut yang kemudian membuat setiap operator berusaha mendapatkan kue revenue dari layer diatasnya yang dulu disebut sebagai VAS, namun saat ini lebih cocok disebut layer aplikasi. Diantara aplikasi yang trend saat ini adalah OTT messaging dan Blackberry service.

Meskipun demikian, manajemen setiap perusahaan tentu dituntut agar bisnis perusahaan bisa sustain dan terus berkembang setiap tahunnya. Maka dari itu terus berinvestasi menambah jaringan adalah sebuah kewajiban yang mutlak bagi perusahaan seluler. Dalam berinvestasi ini diperlukan strategi yang tepat dengan ultimate goal bahwa setiap investasi akan memberikan return yang maksimal. Strategi dalam spending Capital Expenses inilah yang menjadi pembeda setiap operator yang menentukan posisi dan nasib mereka dalam kompetisi. Untuk itu manajemen dituntut melakukan smart pending. Smart spending itu mirip membeli raket nyamuk untuk membunuh nyamuk sekaligus sebagai senter. Lawan smart spending adalah stupid spending, misalnya dengan membeli raket nyamuk untuk setiap nyamuk (boros), atau untuk membunuh gajah :) (gak ngefek)

 Menurut saya, strategi smart spending akan berjalan baik hanya jika dirancang pada level detail, bukan pada level umum menggunakan pendekatan per daerah/cluster. Pendekatan cluster selama ini sering menjadi praktek yang berlaku di perusahaan. Ini dilakukan dengan membuat prioritasisasi setiap cluster, misalkan ada 15 cluster paling strategis  yang akan dikembangkan pada tahun depan dari total 70 cluster. Saya ingin men’challenge’ pendekatan cluster tersebut dengan mengatakan bahwa: pendekatan cluster baik, namun kurang akurat dan kurang efektif.
Saya rasa strategi yang lebih baik bisa dilakukan dengan fokus pada dua hal yaitu : peningkatan akurasi, dan peningkatan revenue assurance:
1.       Peningkatan akurasi dilakukan dengan pedekatan per-site menggantikan pendekatan per cluster. Prioritas dilakukan dengan me-ranking usulan site baru, yang disort berdasarkan komitmen revenue yang akan dihasilkan. Bagi perusahaan yang melakukan bottom-up new site proposal (dikumpulkan dari usulan tiap sales manager), hal ini menjadikan akan ada semacam “internal bidding”. Site BTS baru yang akan dibangun hanyalah site-site yang paling menguntungkan.
Lalu, bagaimana cara mengidentifikasi lokasi site baru yang paling menguntungkan, dan bagaimana menjaga agar committed revenue yang disampaikan bukan “asal berani” ?  cara paling praktis adalah dengan merangking BTS eksisting berdasarkan produktifitas trafficnya. BTS-BTS paling produktif kemudian dipilih untuk dianalisa peluang pengembangan jaringan di sekitarnya. Angka traffic, jumlah subscriber dan revenue dari BTS tersebut menjadi  benchmarking proyeksi revenue yang akan dihasilkan oleh BTS baru.
2.       Peningkatan revenue assurance (jaminan revenue tinggi) dilakukan dengan memprioritaskan lokasi yang memberikan return maksimal sekaligus resiko yang kecil. Algoritmanya kira-kira sebagai berikut:
Prioritas
Algoritma
Benefit
Resiko (apakah site baru akan produktif?)
Action
Prioritas 1
BTS eksisting yang congest untuk dilakukan split cell atau penambahan 3G
Segera terisi traffic (limpahan dari site eksisting)
Resiko rendah, karena site eksisting terbukti produktif (proven) menunjukkan daerah tersebut potensial
Prioritas berdasarkan Data traffic/okupansi BTS eksisting di sekitarnya
Prioritas 2
Pasar (area) yang sangat potensial
Segera terisi traffic (estimasi)
Resiko Sedang, karena meski keyakinan tinggi tapi masih berupa estimasi/survey
Prioritas dari Sales Manager
Prioritas 3
Strategi cluster attack
Memusatkan kekuatan pada 1 atau bbrp cluster/SA yang paling potensial, sehingga lebih ‘nendang’
Resiko Tinggi, jika ada beberapa titik yang dipasang karena alasan coverage saja
Keputusan strategi dari HQ

Algoritma tersebut menggunakan skema waterfall seperti gambar di bawah ini:

Dengan demikian prioritas 2 akan dilakukan hanya jika prioritas 1 sudah terpenuhi dengan baik.
Demikian kisi-kisi strategi smart spending dalam BTS rollout. Mudah-mudahan tulisan ini bisa menginspirasi praktisi telekomunikasi, khususnya di tempat saya berkarya. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar