Selasa, 09 Maret 2010

Anthropology, the key success in marketing

Note: kita bicara tentang pasar Indonesia

Ketika sebuah operator mengenalkan blackberry (BB) sebagai alat yang mempunyai fitur push mail, respon pasar tidak seperti yang diharapkan. Bahkan dalam 2 tahun pertama penjualan BB hanya single digit dalam orde ribuan. Namun di tahun berikutnya penjualan BB booming. BB mengguncang kuat market share raja handset. Model contekan yang made in local dan made in China pun bermunculan dan semuanya laris. Tahun 2009 adalah tahun kejayaan BB di Indonesia.

Ada 2 hal yang menjelaskan kenapa orang segera berpaling ke BB:
1. Fitur chat BBM dan browsing yang stay connected karena kestabilan system jaringan
2. Image BB sebagai must have item dalam lifestyle. Bahkan demi mengejar trend banyak orang yang menggunakan BB tanpa tahu dan menggunakan sekalipun fitur BBM dan fitur browsingnya.

Tanpa bermaksud menjudge apalagi melecehkan, itulah fenomena perilaku konsumen di Indonesia: sukanya chat, gaul, dan mengejar predikat trendy. Diawali dengan banyak selebriti yang tertarik memiliki BB karena fitur chat BBM stay connected 24 jam, kemudian sering diekspos di sinetron gaul, maka lengkaplah sudah rumus sukses marketing: alasan fungsional + alasan emosional bersatu dalam gadget BB.

Fenomena BB melengkapi kesimpulan yang mulai mengkristal bahwa untuk industry telekomunikasi, Pasar Indonesia SANGAT UNIK! Itulah mengapa banyak fitur telekomunikasi mutakhir yang pasarnya tidak tumbuh, seperti video call, MMS, PTT. Karena TIDAK CUKUP ALASAN bagi konsumen untuk terus menggunakannya. Tentu akan berbeda jika ada Team Marketing yang bisa mampu create alasan tersebut. Berbeda dengan fitur RBT yang laris meskipun: mahal, kualitas suara mono, yang denger bukan yang bayar.. tapi RBT adalah semacam identitas dan curhatnya si pemilik nomor. Makanya pernah ada bos yang lagi under pressure dicurigai mulai stress oleh orang-2 yang meneleponnya . Apa pasal? Karena anaknya si boss memasang RBT lagu GIGI yang liriknya: panaass.. panass.. panass … dada ini pusing.. pusingg. Pusing… pala ini….hooow…

Dengan keunikan konsumen telekomunikasi di Indonesia, maka kita tidak bisa menggunakan referensi ilmu marketing dari hasil riset negara lain untuk memahaminya. Satu-satunya cara adalah dengan bersungguh-sungguh MENDALAMI PERILAKU orang Indonesia. Misalnya kita harus tahu bahwa di Indonesia ada 25jt pengendara motor Merk Honda, dan penjualan tertinggi tahun kemarin adalah Merk Yamaha. Jadi kita tahu bahwa segmen biker adalah segmen yang sangat besar, dan ketika kita ingin menggarapnya, kita tahu harus ber co-branding dengan siapa. Atau, kita harus tahu bahwa ada ‘perang besar’ antara motor manual dan motor matic dengan arena pertempurannya adalah stricker spakbor belakang motor. Jargon “hari gini oper gigi?” dan “gak punya gigi? Ompong dong..” adalah amunisinya. Tentu tidak termasuk jargon “Warning, anda di belakang orang ganteng” atau “yang jelek boleh duluan”. Kemudian, kita harus tahu bahwa untuk kalangan dengan income sekitar UMR sekalipun, TV dan VCD player adalah barang yang harus dimiliki. Artinya, lifestyle orang Indonesia adalah: meskipun hidup susah sekalipun, hiburan dan bersenang-senang adalah sangat penting. Mereka adalah (maaf) poor with pride. Maka jangan -misalnya- menjual pulsa selular yang sangat murah tapi sangat susah nyambung.

Dan banyak sekali budaya, local wisdom, gaya hidup, dan segala keunikan orang Indonesia yang bisa dicerna untuk menjadi peluang membuat program marketing yang killer. Dari fenomena-2 yang saya ungkapkan di atas, adakah inspirasi program pemasaran yang terlintas..? jika tidak, mulailah hire orang yang punya sensitifitas tinggi untuk itu… tentu saja, native Indonesian should can do best than others…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar